Non Scholae Sed Vitae Discimus. Kalimat pepatah Latin ini seringkali terucap dari salah satu Romo di kampung halaman saya, Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Kurang lebih jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia akan berbunyi seperti ini: “Kita belajar bukan hanya ketika berada di bangku pendidikan, tetapi kita harus belajar dalam setiap langkah kahidupan kita”. Itu merupakan gambaran pendidikan yang saya rasakan ketika ditunjuk untuk menulis sebuah opini dengan tema: “Sekolah modern, Berakar pada Budaya, dan Menghidupi Nilai-Nilai Dasar Strada sampai Akhir Hayat”.

         Menurut saya berdasarkan kutipan pepatah Latin di atas, pendidikan yang dimulai dari bangku TK, SMP, dan SMA, merupakan fondasi dasar setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minat pada bidang yang disukai. Fondasi untuk mengembangkan bakat dan minat mereka tentu tidak terlepas dari peranan orangtua dan guru yang merupakan kesatuan integral untuk menjamin kelanjutan atau masa depan anak itu sendiri. Sebuah fondasi rumah akan menjadi kuat dan kokoh hanya ketika takaran atau porsi adukan pasir dan semennya seimbang. Begitupula dalam membangun fondasi cara berpikir anak, guru dan orangtua diharapakan dapat berkomunikasi dengan baik dan bijaksana agar kemampuan anak dari segi akademik akan kuat dan kokoh pula.

       Sebagai guru di Perkumpulan Sekolah Strada, tepatnya di Strada Bhakti Utama, Bintaro, Jakarta Selatan, saya selalu berusaha membangun relasi intens dengan orangtua siswa/siswi agar tidak adanya kesalahpahaman dalam mendampingi mereka saat berada di sekolah. Komunikasi yang saya lakukan dengan orangtua bertujuan untuk memberikan sebuah kontrol dari jauh, yaitu ingin menjamin agar semua pelajaran yang didapatkan di sekolah tidak mudah dilupakan atau diabaikan oleh mereka saat jam sekolah sudah berakhir. Dengan kecanggihan teknologi komunikasi di zaman sekarang, seperti munculnya fitur whatsapp, instagram, meta, dan fitur lainnya, saya sungguh merasa dimudahkan untuk berkomunkasi baik dengan orangtua maupun dengan siswa/siswi sendiri. Dengan adanya kecanggihan dalam berkomunikasi ini sekiranya menjadi revolusi bentuk pendidikan di Indonesia yang terbuka terhadap modernisasi sistem teknologi yang menunjang aktivitas pengajaran kita sebagai guru.

        Hal lain yang menjadi sorotan adalah bagaimana kita memberikan pengajaran yang berakar pada budaya. Berbicara soal budaya, Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setidaknya ada sekitar 1300 suku dan 650 bahasa yang diakui eksistensinya sebagai aset budaya di Indonesia. Terlepas dari kuantitas suku dan bahasa yang ada di Indonesia, saya justru melihat sebuah persamaan diantara pelbagi perbedaan itu di SMP Strada Bhakti Utama. Persamaan yang disatukan oleh dasar negara kita, yaitu Pancasila menjadikan SMP Strada Bhakti Utama sebagai lembaga pendidikan yang menunjukkan jiwa Nasionalisme, Bhinneka Tunggal Ika sehingga tidak adanya kesempatan bagi guru dan siswa/siswi untuk membiarkan adanya dominasi etnis tertentu di sekolah.

         Bukan merupakan sebuah kebetulan bahwa pada tahun 2021, negara melalui Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi meresmikan Kurikulum Merdeka sebagai salah satu Kurikulum Nasional. Sebuah ide dimana di dalam kurikulum segala bentuk pengkategorian mampu dan kurang mampu di segala aspek penilaian atau yang sering kita sebut sebagai asesmen harus dihilangkan agar tidak adanya bentuk penghakiman secara tidak langsung terhadap anak yang dikategorikan kurang mampu dalam mengikuti pembelajaran. Dalam hal ini, pepatah Latin di atas kembali mengajak kita untuk menyadarkan siswa/siswi kita bahwa belajar bukan hanya merupakan ajang untuk bersaing berdasarkan ketercapaian angka di rapor, melainkan menyadarkan bahwa dengan bersekolah, kalian dapat mengubah diri kalian menjadi orang yang baik dan bijak dalam bertindak di kehidupan setelah lulus dari jenjang pendidikan. Dengan kata lain, belajar menjadi kegiatan sepanjang umur kita di dunia ini dan tidak terbatas pada ilmu-ilmu pengetahhuan tertentu.

        Selain menghilangkan jenis-jenis pengkategorian di atas, kurikulum merdeka juga merupakan pedoman bagi guru untuk memodifikasi bentuk pengajaran yang awalnya selalu berbentuk ceramah monolog menjadikannya ke dalam bentuk pengajaran yang bersifat diskusi dan dialog. Kegiatan diskusi secara tidak langsung melatih mereka untuk tampil berbicara menyampaikan pendapat di depan umun. Oleh karena itu, kurikulum merdeka membentuk sebuah formula metode pembelajaran yang sering disebut P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Kegiatan P5 ini membantu siswa/siswi untuk mengeksplor berbagai kreativitas yang ada di dalam diri mereka melalui beberapa tema P5 yang ditawarkan sehingga pembelajaran terlihat menjadi sangat aktif karena mengharuskan keterlibatan siswa/siswi untuk tampil membawakan pelbagi macam ide kreativitas mereka.

      Dengan nilai-nilai luhur Pancasila, siswa/siswi diharapkan memiliki semangat yang sama, tujuan yang sama, dan persatuan di tengah perbedaan latar belakang asal suku mereka. Dalam penerapannya di SMP Strada Bhakti Utama, ciri persatuan dan toleransi sudah diperlihatkan oleh Kepala Sekolah, guru dan seluruh staf melalui berbagai macam kegiatan baik intrakulikuler maupun kegiatan ekstrakulikuler. Guru pada akhirnya berperan bukan hanya sebagai pendidik melainkan menjadi fasilitator yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akademik dan psikomotorik siswa/siswi SMP Strada Bhakti Utama. Sebagai sebuah perkumpulan sekolah Katolik di Jakarta, Perkumpulan Sekolah Strada memiliki beberapa nilai-nilai dasar yang tidak hanya sekedar diketahui, tetapi harus diamalkan oleh segenap civitas akademika SMP Strada Bhakti Utama. Nilai-nilai dasar itu antara lain: 1) Keunggulan; 2) Kepedulian; 3) Kedisiplinan; 4) Pelayanan; dan 5) Kejujuran. Kelima nilai dasar ini merupakan sebuah konsep atau pedoman yang dapat menjadi bekal bagi siswa/siswi untuk menjalani kehidupannya setelah menyelesaikan bangku pendidikan SMP mereka.

      Menjadi pribadi unggul adalah bukan perkara yang mudah untuk dilakukan. Orang dikatakan unggul adalah ketika memiliki integritas dalam dirinya. Integritas manusia dapat diukur dari beberapa aspek, seperti dalam megambil keputusan, ketepatan waktu, dan bertanggung jawab atas tugas yang diberikan. Sebelum mengaktualisasikannya kepada siswa/siswi, aspek atau kriteria penilaian ini terlebih dahulu harus dilaksanakan oleh kepala sekolah, dewan guru dan staf sekolah lainnya agar dapat menjadi contoh bagi siswa/siswi di sekolah. Hal ini mengingatkan saya Pada salah satu semboyan terkenal dari Ki Hajar Dewantara, yaitu Ing Ngarso Sung Tolodo(read) yang artinya guru itu harus berada di depan dan memberikan teladan dalam bertindak. Dalam konteks ini perkumpulan sekolah Strada yang berakar Pada Budaya dan menghidupi Nilai-nilai dasar Strada sampai akhir hayat mampu menghidupi  dan menjawab persoalan yang terjadi dalam ruang lingkup masyarakat.

        Sudah disinggung pada poin nilai keunggulan bahwa kedisiplinan merupakan takaran utama untuk dikatakan sebagai pribadi unggul. Kedisiplinan tentu lahir dari kesadaran diri sendiri. Hidup manusia akan disiplin jika dalam dirinya sudah menanamkan niat atau prinsip dalam menjalani kehidupan. Oleh karena itu, peranan guru dan orang tua sangatlah penting untuk memberikan motivasi, niat, dan prinsip kehidupan kepada siswa dan siswi agar kedisiplinan mereka dapat terbentuk setelah lulus dari bangku SMP.

        Salah satu kriteria orang dikatakan sebagai pribadi yang unggul adalah nilai kepedulian dalam dirinya. Tentu kepedulian dapat diartikan menjadi dua makna berbeda, yaitu peduli dengan diri sendiri (egosentrisme) dan peduli dengan orang lain (altruisme). Kedua ciri peduli ini mempunyai sisi positif dan negatif. Sisi positf dari orang egosentris adalah dia selalu tampil sempurna bahkan dari kemiringan kerah baju yang digunakan pun tidak akan luput dari perhatiannya. Akan tetapi, orang yang egosentris memiliki sisi negatif yang cenderung mengabaikan orang disekitarnya. Hal ini berbanding terbalik dengan orang altruis dimana kepedulian terhadap orang lain dianggap sangat penting daripad kebutuhan pribadinya sendiri sehingga orang yang altruis memiliki sisi negatif, yaitu kurang merawat dirinya. Sebuah perpaduan yang indah jika kedua klasifikasi egosentris dan altruis itu diseimbangkan dalam pribadi siswa/siswi di SMP Strada Bhakti Utama. Kita harus seimbang untuk peduli dengan diri sendiri dan begitupula dengan orang lain. Hal ini selalu kita dengarkan dari Sabda Yesus tentang hukum kasih yang kedua, yaitu “kasihilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri.

     Pelayanan merupakan salah satu identitas lembaga pendidikan Strada. Romo Bei mengatakan arti pentingnya pelayanan yaitu “do the best” dengan memastikan setiap rupiah uang dari orang tua jangan sampai berakhir dengan sia-sia. Strada pertama-tama dipanggil untuk menjadi pelayan bagi siswa-siswinya artinya lembaga pendidikan mesti menjadi role model yang nyata dimana siswa dapat belajar untuk bertumbuh menjadi agen pelayanan di mana mereka berada. Semangat pelayanan mesti menjadi nilai yang ditanamkan dalam proses pendidikan berlangsung, sehingga siswa tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga relasional.

        Semangat pelayanan merupakan aplikasi terhadap apa yang telah diterima seorang siswa dalam pelayanan aksi nyata atau prkatik dalam pendidikan itu sangat penting. Praktik yang dimaksudkan ialah berkaitan erat dengan upaya untuk membantu siswa dalam membangkitkan rasa peduli dalam hidupnya. Sekolah mesti berusaha agar siswa didorong untuk saling bekerja sama dan saling membantu. Sikap-sikap ini bisa dibangun dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi dalam kelas. Sementara itu, guru  ditugaskan untuk menyampaikan pentingnya kerja sama dan saling membantu kepada siswanya. Di samping itu, penanaman karakter siswa dapat dilaksanakan juga melalui program KKN/live in/pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan ini sebagai sarana untuk melatih siswa memiliki semangat pelayanannya dan kepedulian terhadap sesama. Dengan pendidikan yang berakar pada Budaya dan menghidupi nilai- nilai Dasar Strada, kiranya mampu menjawab semua permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat sehingga  Strada mampu bersaing dikanca Pendidikan Nasional Indonesia.

Oleh: Veronica Andri Noriku, NIK. 2023023

 

 

Sebarkan artikel ini